Glitter Words

Kamis, 04 Juni 2009

cerita rakyat jepang

Gunung Kachi-kachi

Gunung Kachi-kachi (かちかち山 Kachi-kachi yama?) adalah cerita rakyat Jepang tentang kelinci yang menghukum tanuki karena perbuatannya membunuh nenek teman kelinci.

Kata "kachi-kachi" merupakan onomatope dari bunyi beradunya batu api yang menurut pendengaran orang Jepang berbunyi "kachi-kachi". Cerita versi aslinya dianggap terlalu kejam, sehingga beredar versi cerita yang lebih halus. Akhir cerita juga sering diganti dengan kelinci menolong tanuki yang hampir tenggelam dan hidup rukun bersama-sama.

Naskah asli

Versi asli cerita ini awalnya hanya mengisahkan tanuki sebagai bulan-bulanan balas dendam kelinci. Perbuatan jahat tanuki baru ditambahkan sebagai bagian awal cerita di zaman Edo. Maksudnya sebagai pembenaran atas perbuatan balas dendam kelinci yang dipindahkan ke bagian tengah hingga akhir cerita. Orang di zaman Edo sangat menyukai cerita seperti ini karena mengandung ajaran moral mengenai kesetiaan dan pihak yang jahat pantas dihukum.

Jalan cerita

Di zaman dulu hidup sepasang kakek dan nenek. Setiap kali kakek bekerja di ladang, tanuki datang mengganggu dengan bernyanyi-nyanyi. Lirik lagu yang dinyanyikan tanuki berisi kutukan agar panen gagal. Bukan cuma itu, tanuki juga menggali dan memakan bibit ubi yang ditanam kakek di ladang. Kakek sangat marah dan memasang perangkap. Tanuki masuk perangkap, diikat, dan dibawa pulang. Setelah diletakkan di dapur, kakek kembali ke ladang. Nenek yang menjumpai tanuki di dapur setuju untuk melepasnya, karena sudah dibohongi tanuki yang berjanji membantu membereskan rumah. Setelah terlepas, tanuki malah memukuli nenek dan membunuhnya. Daging si nenek dimasak tanuki menjadi sup. Kepulangan kakek dari ladang disambut tanuki yang sudah berubah wujud menjadi si nenek. Kakek memakan sup yang disuguhkan "nenek" dengan enaknya. Setelah sup habis dimakan, "nenek" kembali berubah wujud menjadi tanuki dan menceritakan segalanya. Sambil tertawa-tawa, tanuki pulang ke gunung.

Kelinci sahabat si kakek mendengar peristiwa ini dan memutuskan untuk membalas dendam. Tanuki kebetulan kenal dengan kelinci dan percaya saja dengan ajakan kelinci untuk mengumpulkan kayu bakar dengan imbalan uang. Setelah ranting kering terkumpul, Tanuki berjalan di muka sambil memanggul ikatan ranting kering. Kelinci mengikuti dari belakang karena ia ingin membakar ranting kering di punggung tanuki. Tanuki bisa mendengar suara "crek-crek" dari dua buah batu api yang dibentur-benturkan kelinci, tapi pandangannya terhalang ranting kering yang sedang dipanggulnya. "Bunyi apa itu 'crek-crek'?" tanya tanuki. Kelinci menjawab, "Oh, itu suara burung Crek-crek dari Gunung Crek-crek yang ada di sebelah sana."

Setelah berhasil membakar punggung tanuki, kelinci menjenguk tanuki yang sedang sakit luka bakar. Tanuki diberi mustard yang menurut kelinci adalah salep obat luka bakar. Mustard yang dioleskan pada luka bakar di punggung tanuki makin membuat tanuki kesakitan.

Di akhir cerita, tanuki diajak kelinci pergi memancing di danau. Perahu yang dinaiki kelinci dibuat dari kayu, tapi tanuki diberi perahu yang dibuat dari lumpur. Terkena air, perahu lumpur menjadi lunak dan tenggelam. Tanuki berenang sekuat tenaga ke tepian, tapi dipukuli kelinci dengan dayung dan mati tenggelam.


Issun Bōshi

Ilustrasi cerita Issun Bōshi dalam Otogizōshi

Issun Bōshi (一寸法師 ?, Biksu Tiga Sentimeter) adalah cerita rakyat Jepang tentang pendekar berukuran tubuh tiga sentimeter. Senjatanya berupa katana dari sebatang jarum, sedangkan perahunya adalah mangkuk dari kayu yang didayung dengan sumpit. Cerita Issun Bōshi yang umum dikenal orang berasal dari buku cerita bergambar Otogizōshi.

Tahun penulisan cerita Issun Bōshi tidak diketahui, namun diperkirakan berasal dari paruh kedua zaman Muromachi. Berdasarkan ukuran fisik Issun Bōshi yang sangat kecil, kisah mitologi Jepang tentang Sukunahikona diperkirakan menjadi sumber bagi cerita ini.

Jalan cerita

Menurut cerita Issun Bōshi yang umum diketahui orang, pasangan suami istri lanjut usia yang tidak punya anak memohon kepada Sumiyoshi no Kami agar diberi anak. Permintaan mereka dikabulkan, dan lahir seorang anak yang tinggi tubuhnya hanya 1 sun (ukuran panjang yang setara dengan 3 cm). Anak itu ternyata tidak mau besar-besar, dan tingginya tetap 3 cm sehingga diberi nama Issun Bōshi yang berarti "biksu satu sun".

Pada suatu hari, Issun Bōshi ingin menjadi samurai. Ia pergi ke Kyoto membawa pedangnya berupa sebatang jarum, dan berlayar dengan perahu dari mangkuk kayu yang didayung dengan sebilah sumpit. Di Kyoto, ia diterima bekerja oleh sebuah keluarga yang tinggal di rumah besar dan mewah. Ketika putri dari keluarga tersebut ingin pergi ke kuil, Oni bermaksud menculiknya. Issun Bōshi berkelahi dengan Oni untuk melindungi sang putri. Oni menelan tubuh Issun Bōshi. Bagian dalam perut Oni ditusuk-tusuk oleh Issun Bōshi. Oni yang merasa kesakitan meminta Issun Bōshi untuk berhenti menusuk-nusuknya. Oni menyerah dan memuntahkan kembali Issun Bōshi.

Oni melarikan diri ke gunung setelah meninggalkan sebuah palu ajaib. Palu itu disebut Uchide no Kozuchi yang bisa mengabulkan permintaan atau mengeluarkan uang bila diayunkan. Issun Bōshi menggunakan palu ajaib untuk mengubah tubuhnya menjadi seukuran laki-laki dewasa. Issun Bōshi menikahi sang putri dan hidup bahagia selamanya. Mereka berdua bisa mendapat makanan enak dan uang berlimpah hanya dengan mengayunkan palu ajaib.

Cerita asli Issun Bōshi dalam Otogizōshi dikisahkan sedikit berbeda:

  • Pasangan suami istri lanjut usia merasa ketakutan setelah badan Issun Bōshi tidak juga menjadi besar, dan Issun Bōshi meninggalkan rumah orang tuanya.
  • Di Kyoto, Issun Bōshi tinggal di rumah pejabat saishō (kanselir)
  • Issun Bōshi jatuh cinta pada pandangan pertama dengan anak perempuan dari keluarga tempatnya bekerja. Ia ingin menikahinya tapi keinginannya tidak tercapai karena tubuhnya kecil. Issun Bōshi menyusun sebuah rencana. Beras persembahan diambilnya dari altar, dan ditempelkannya di bibir sang putri. Sesudah itu, ia pura-pura menangis. Sambil membawa kantong beras, ia melapor kepada sang majikan (ayah sang putri) bahwa beras miliknya dicuri sang putri. Ayah sang putri begitu marah dan hendak membunuh putrinya. Issun Bōshi mencegahnya, dan mengajak sang putri untuk pergi jauh dari rumah.
  • Perahu yang ditumpangi Issun Bōshi bersama sang putri terbawa angin hingga terdampar di pulau yang dihuni Oni. Issun Bōshi ditelan Oni, tapi tidak mati karena badannya kecil. Ia bisa keluar-masuk dari mata Oni sehingga Oni menjadi takut. Palu ajaib yang dibawanya ditinggal, dan Oni pergi melarikan diri.
  • Berita tentang Issun Bōshi tersebar luas. Ia dipanggil ke istana, dan kaisar mengangkatnya sebagai pejabat tinggi.

Kintarō

Kintaro menunggang ikan mas, lukisan karya Tsukioka Yoshitoshi

Kintaro (金太郎 Kintarō?) adalah tokoh cerita rakyat Jepang berupa anak laki-laki bertenaga superkuat. Ia digambarkan sebagai anak laki-laki sehat yang memakai rompi merah bertuliskan aksara kanji (emas). Di tangannya, Kintaro membawa kapak (masakari) yang disandarkan ke bahu. Ia juga kadang-kadang digambarkan sedang menunggang beruang.

Cerita Kintaro dikaitkan dengan perayaan hari anak laki-laki di Jepang. Kintaro dijadikan tema boneka bulan lima (gogatsu ningyō) yang dipajang untuk merayakan Hari Anak-anak. Orang tua yang memajang boneka Kintaro berharap anak laki-lakinya tumbuh sehat, kuat, dan berani seperti Kintaro. Selain itu, Kintaro sering digambarkan menunggang ikan mas pada bendera Koinobori.

Cerita Kintaro konon berasal dari kisah masa kecil seorang samurai bernama Sakata Kintoki (坂田公時 atau 坂田金時 ?) dari zaman Heian. Menurut legenda, ibunya adalah seorang Yama-uba (wanita dari gunung, atau Yamamba) yang hamil akibat perbuatan dewa petir Raijin. Kisah lain mengatakan, ibunya melahirkan bayi Kintaro dari hasil hubungannya dengan seekor naga merah.

Legenda

Lukisan Kintaro bersama ibunya karya Kitagawa Utamaro

Menurut catatan Kuil Kintaro di kota Oyama, Shizuoka, Kintaro konon lahir bulan 5 tahun 965. Ibunya bernama Yaegiri, putri dari ahli ukir bernama Jūbei yang bekerja di Kyoto. Kintaro adalah anaknya dengan pekerja istana bernama Sakata Kurando. Setelah mengandung, Yaegiri pulang ke kampung halaman untuk melahirkan Kintaro. Namun setelah itu, Yaegiri tidak lagi kembali ke Kyoto karena ayah Kintaro sudah meninggal dunia.

Kintaro dibesarkan ibunya di kampung halamannya di Gunung Ashigara. Kintaro tumbuh sebagai anak yang kuat, namun ramah dan berbakti kepada ibunya. Setelah besar, Kintaro bergulat sumo melawan beruang di Gunung Ashigara.

Kintaro bertemu dengan Minamoto no Yorimitsu di puncak Gunung Ashigara pada 28 April 976. Yorimitsu menjadikan Kintaro sebagai pengikutnya setelah mengetahui kekuatan fisik Kintaro yang luar biasa. Setelah namanya diganti menjadi Sakata Kintoki, ia bertugas di Kyoto, dan menjadi salah satu dari 4 pengawal Yorimitsu yang disebut kelompok Shitennō. Ketiga rekannya yang lain adalah Watanabe no Tsuna, Urabe no Suetake, dan Usui Sadamitsu. Kelompok Shitennō disebut dalam literatur klasik Konjaku Monogatari yang terbit sekitar 100 tahun setelah wafatnya Minamoto no Yorimitsu. Ketiga rekannya bisa dipastikan memang benar pernah ada, tapi Sakata Kintoki tidak pernah bisa dibuktikan keberadaannya.

Pada 28 April 990, Kintoki berhasil mengusir oni bernama Shuten Dōji yang tinggal di Gunung Ōe, Provinsi Tamba (sekarang kota Fukuchiyama, Prefektur Kyoto). Shuten Dōji perlu disingkirkan karena masuk ke kota membuat kekacauan. Sewaktu menghadapi Shuten Dōji, Yorimitsu bersama keempat pengawalnya (termasuk Kintoki) menyamar sebagai biksu Yamabushi. Shuten Dōji ditaklukkan dengan sake yang dicampur obat tidur.

Pada 11 Januari 1012, Sakata Kintoki, 55 tahun, meninggal dunia di Mimasaka (sekarang kota Shōō, Prefektur Okayama) akibat panas tinggi. Pada waktu itu, Kintoki sedang dalam perjalanan menuju Kyushu untuk menumpas pemberontak. Penduduk setempat menjadikannya panutan, dan mendirikan sebuah kuil untuknya (sekarang disebut Kuil Kurigara).

Kitsune

Pangeran Hanzoku di India sedang diserang rubah berekor sembilan (lukisan ukiyo-e Utagawa Kuniyoshi dari abad ke-19)

Kitsune ( ) adalah sebutan untuk binatang rubah dalam bahasa Jepang. Dalam cerita rakyat Jepang, rubah sering ditampilkan dalam berbagai cerita sebagai makhluk cerdas dengan kemampuan sihirnya yang semakin sempurna sejalan dengan semakin bijak dan semakin tua rubah tersebut. Selain itu, rubah mampu berubah bentuk menjadi manusia. Dalam legenda, rubah sering diceritakan sebagai penjaga yang setia, teman, kekasih, atau istri, walaupun sering terdapat kisah rubah menipu manusia.

Di zaman Jepang kuno, rubah dan manusia hidup saling berdekatan sehingga legenda tentang kitsune muncul dari persahabatan antara manusia dan rubah. Dalam kepercayaan Shinto, kitsune disebut Inari yang bertugas sebagai pembawa pesan dari Kami. Semakin banyak ekor yang dimiliki kitsune (kitsune bisa memiliki sampai 9 ekor), maka semakin tua, semakin bijak, dan semakin kuat pula kitsune tersebut. Sebagian orang memberi persembahan untuk kitsune karena dianggap memiliki kekuatan gaib.

Asal-usul

Rubah berekor sembilan (huli jing) yang mirip dengan kitsune dalam cerita rakyat Tiongkok.

Mitos kitsune sering menjadi bahan perdebatan, karena seluruhnya mungkin berasal dari sumber asing atau bisa juga merupakan konsep asli Jepang yang berkembang di abad ke-5 SM. Sebagian mitos tentang rubah di Jepang bisa ditelusur hingga ke cerita rakyat Tiongkok, Korea, atau India. Cerita paling tua tentang kitsune berasal dari Konjaku Monogatari yang berisi koleksi cerita Jepang, India, dan Tiongkok yang berasal dari abad ke-11. Cerita rakyat Tiongkok mengisahkan makhluk huli jing (arwah rubah) yang mirip kitsune dan bisa memiliki ekor hingga sembilan. Di Korea, makhluk yang disebut kumiho (rubah berekor sembilan) merupakan makhluk mistik yang telah berumur lebih dari seribu tahun. Rubah di Tiongkok dan Korea digambarkan berbeda dengan rubah di Jepang. Tidak seperti di Jepang, rubah kumiho di Korea selalu digambarkan sebagai makhluk jahat. Walaupun demikian, ilmuwan seperti Ugo A. Casal berpendapat bahwa persamaan dalam cerita tentang rubah menunjukkan bahwa mitos kitsune berasal kitab India seperti Hitopadesha yang menyebar ke Tiongkok dan Korea, hingga akhirnya sampai ke Jepang.

Sebaliknya, ahli cerita rakyat Jepang, Nozaki Kiyoshi, berargumentasi bahwa kitsune sudah dianggap sebagai sahabat orang Jepang sejak abad ke-4, dan unsur-unsur yang diimpor dari Tiongkok dan Korea hanyalah sifat-sifat jelek kitsune. Nozaki menyatakan bahwa dalam naskah Nihon Ryakki asal abad ke-16, terdapat cerita tentang rubah dan manusia yang hidup berdampingan di zaman kuno Jepang, sehingga menurut Nozaki merupakan latar belakang timbulnya legenda asli Jepang tentang kitsune.Peneliti Inari bernama Karen Smyers berpendapat bahwa ide rubah sebagai penggoda manusia, serta hubungan mitos rubah dengan agama Buddha diperkenalkan ke dalam cerita rakyat Jepang melalui cerita serupa asal Tiongkok, namun Smyers mengatakan beberapa cerita berisi unsur-unsur cerita yang khas Jepang.

Etimologi

Rubah Hokkaido sedang tidur di atas salju. Di Jepang terdapat dua subspesies rubah merah: rubah Hokkaido (Vulpes vulpes schrencki), dan rubah merah Jepang (Vulpes vulpes japonica).

Menurut Nozaki, kata "kitsune" berasal dari onomatope. Kata "kitsune" berasal dari suara salakan rubah yang menurut pendengaran orang Jepang berbunyi "kitsu", sedangkan akhiran "ne" digunakan untuk menunjukkan rasa kasih sayang. Asal-usul kata kitsune juga digunakan Nozaki untuk menunjukkan bukti lebih lanjut bahwa kisah rubah baik hati dalam cerita rakyat Jepang adalah produk dalam negeri dan bukan kisah impor. Bunyi "kitsu" sebagai suara rubah menyalak sudah tidak dikenal orang di zaman sekarang. Dalam bahasa Jepang modern, suara rubah ditulis sebagai "kon kon" atau "gon gon".

Asal-usul nama "kitsune" dikisahkan dalam dongeng tertua yang hingga sekarang masih sering diceritakan orang, tapi mengandung penjelasan etimologi yang sekarang dianggap tidak benar.Berbeda dengan sebagian besar dongeng yang menceritakan kitsune bisa berubah wujud menjadi wanita dan menikah dengan manusia, dongeng berikut ini tidak berakhir tragis:

Pria bernama Ono asal Mino (menurut legenda kuno Jepang tahun 545), menghabiskan musim demi musim berkhayal tentang wanita cantik yang sesuai dengan seleranya. Di suatu senja, Ono bertemu dengan wanita idealnya di padang rumput yang luas, dan mereka berdua akhirnya menikah. Bersamaan dengan kelahiran putra pertama mereka, anjing yang dipelihara Ono juga melahirkan. Anak anjing yang dilahirkan tumbuh sebagai anjing yang semakin hari semakin galak terhadap istri Ono. Permohonan sang istri untuk membunuh anjing galak tersebut ditolak Ono. Pada akhirnya di suatu hari, si anjing galak tersebut menyerang istri Ono dengan ganas. Istri Ono begitu ketakutan hingga berubah bentuk menjadi rubah, meloncat pagar dan kabur.
"Istriku, kau mungkin seekor rubah," begitu Ono memanggil-manggil istrinya agar pulang, "tapi kau tetap ibu dari anakku dan aku cinta padamu. Pulanglah bila kau berkenan, aku selalu menunggumu."
Sang istri akhirnya pulang ke rumah di setiap senja, dan tidur di pelukan Ono.

Istilah "kitsune" merupakan sebutan untuk siluman rubah yang pulang ke rumah suami sebagai wanita di senja hari, tapi pergi di pagi hari sebagai rubah. Dalam bahasa Jepang kuna, kata "kitsu-ne" berarti "datang dan tidur", sedangkan kata "ki-tsune" berarti "selalu datang".

Deskripsi

Patung kitsune di kuil Inari dekat Todaiji, Nara

Kitsune dipercaya memiliki kecerdasan super, kekuatan sihir, dan panjang umur. Sebagai sejenis yōkai atau makhluk halus, "kitsune" sering dijelaskan sebagai "arwah rubah" tapi bukan hantu, dan bentuk fisiknya tidak berbeda dengan rubah biasa. Semua rubah yang panjang umur juga dipercaya memiliki kemampuan supranatural.

Kitsune digolongkan menjadi dua kelompok besar. Kelompok zenko yang terdiri dari rubah baik hati yang bersifat kedewaan (sering disebut rubah Inari), dan kelompok rubah padang rumput (yako) yang suka mempermainkan manusia dan bahkan bersifat jahat Tradisi berbagai daerah di Jepang juga masih mengelompokkan kitsune lebih jauh lagi Arwah rubah tak kasat mata yang disebut ninko misalnya, hanya bisa dilihat manusia yang sedang kerasukan ninko. Tradisi lain mengelompokkan kitsune ke dalam salah satu dari 13 jenis kitsune berdasarkan kemampuan supranatural yang dimiliki.

Secara fisik, kitsune dipercaya bisa memiliki hingga 9 ekor. Jumlah ekor yang semakin banyak biasanya menunjukkan rubah yang makin tua tapi semakin kuat. Beberapa cerita rakyat bahkan mengatakan ekor rubah hanya tumbuh kalau rubah tersebut sudah berumur 1.000 tahun

Dalam cerita rakyat, kitsune sering digambarkan berekor satu, lima, tujuh, atau sembilan.Ketika kitsune mendapatkan ekornya yang ke-9, bulu kitsune menjadi berwarna putih atau emas. Kitsune jenis ini disebut kyūbi no kitsune (kitsune berekor sembilan) dan memiliki kemampuan untuk mendengar dan melihat segala peristiwa yang terjadi di dunia. Dongeng lain menggambarkan mereka sebagai makhluk super bijak dan serba tahu.

Kartu monster (obake karuta) dari awal abad ke-19 yang bergambar kitsune

Kitsune bisa berubah wujud menjadi manusia dan kemampuan ini baru didapat setelah kitsune mencapai usia tertentu (biasanya 100 tahun), walaupun beberapa cerita mengatakan 50 tahun. Siluman rubah harus meletakkan sejenis tanaman alang-alang yang tumbuh di dekat air, daun yang lebar, atau tengkorak di atas kepalanya sebagai syarat perubahan wujud.Rubah bisa berubah wujud menjadi wanita cantik, anak perempuan, atau lelaki tua. Perubahan wujud ini tidak dibatasi umur atau jenis kelamin rubah,dan kitsune dapat menjadi kembaran dari sosok orang tertentu. Rubah sangat terkenal dengan kemampuan berubah wujud sebagai wanita cantik. Di abad pertengahan, orang Jepang percaya kalau ada wanita yang sedang berada sendirian di saat senja atau malam hari kemungkinan adalah seekor rubah.

Dalam beberapa cerita, kitsune memiliki kesulitan dalam menyembunyikan ekornya ketika sedang menyamar menjadi manusia. Kitsune sering ketahuan sedang mencari-cari ekornya, mungkin kalau rubah sedang mabuk atau kurang hati-hati. Kelemahan ini bisa digunakan untuk memastikan manusia yang sedang dilihat adalah siluman kitsune.

Berbagai variasi cerita mengisahkan kitsune sebagai makhluk yang masih mempertahankan ciri-ciri khas rubah, seperti tubuh yang bermantelkan bulu-bulu halus, bayangan siluman kitsune yang sama seperti bayangan rubah, atau siluman kitsune yang terlihat sebagai rubah ketika sedang berkaca.Istilah "kitsune-gao" (muka kitsune) digunakan di Jepang untuk menyebut wanita yang berwajah sempit, mata yang berdekatan, alis mata yang tipis, dan tulang pipi yang tinggi. Di zaman dulu, wanita bermuka kitsune-gao dianggap cantik, dan dipercaya sebagai rubah yang sedang berubah wujud sebagai wanita dalam beberapa dongeng.Kitsune takut dan sangat benci pada anjing, bahkan ketika sedang berubah wujud sebagai manusia. Sebagian kitsune bahkan gemetaran kalau melihat anjing, kembali berubah wujud menjadi rubah dan lari pontang-panting. Orang yang taat dan berbakti kabarnya gampang mengenali siluman rubah.

Salah satu cerita rakyat mengisahkan ketidaksempurnaan perubahan wujud seekor kitsune yang sedang menjadi manusia bernama Koan. Menurut cerita, Koan yang bijak dan memiliki kekuatan sihir sedang mau mandi di rumah salah seorang muridnya. Air mandi ternyata dimasak terlalu panas, dan kaki Koan melepuh ketika masuk ke bak mandi. "Koan yang sedang kesakitan, lari keluar dari kamar mandi telanjang. Orang-orang di rumah yang melihatnya terkejut. Sekujur badan Koan ternyata ditumbuhi bulu seperti mantel, berikut ekor dari seekor rubah. Koan lalu berubah wujud di hadapan murid-muridnya menjadi seekor rubah tua dan melarikan diri."

Kemampuan supranatural lain yang dimiliki kitsune, antara lain: mulut dan ekor yang bisa mengeluarkan api atau petir (dikenal sebagai kitsune-bi yang secara harafiah berarti "api kitsune"), membuat manusia kerasukan, memberi pesan di dalam mimpi orang agar melakukan sesuatu, terbang, tak kasat mata, dan menciptakan ilusi yang begitu mendetil hingga tidak bisa dibedakan dari kenyataan. Pada beberapa cerita, kitsune bahkan memiliki kekuatan yang lebih besar lagi, sampai bisa mengubah ruang dan waktu, membuat orang menjadi marah, atau berubah menjadi bentuk-bentuk yang fantastis, seperti pohon yang sangat tinggi atau sebagai bulan kedua di langit.Kitsune lainnya memiliki ciri-ciri yang mengingatkan orang pada vampir atau succubus dan memangsa roh manusia, biasanya melalui kontak seks.

Kitsunetsuki

Inari dan arwah rubah membantu pandai besi Munechika sewaktu membuat pedang Ko-kitsune-maru (Rubah Kecil) di akhir abad ke-10 (tema drama noh Sanjo Kokaji)

Istilah kitsunetsuki (狐憑き atau 狐付き ?) secara harafiah berarti kerasukan kitsune. Korban biasanya wanita muda yang kemasukan kitsune dari bagian kuku jari atau melalui bagian buah dada. Pada beberapa kasus, wajah korban konon berubah sedemikian rupa hingga menyerupai rubah. Menurut tradisi di Jepang, kalau orang Jepang yang buta huruf sedang kerasukan kitsune, orang tersebut bisa melek huruf untuk sementara waktu.

Ahli cerita rakyat Lafcadio Hearn mengisahkan peristiwa kerasukan kitsune dalam volume pertama buku karyanya Glimpses of Unfamiliar Japan:

Aneh memang kegilaan orang yang dirasuki iblis rubah. Kadang-kadang mereka berlarian telanjang sambil berteriak-teriak di jalanan. Kadang-kadang mereka tidur-tiduran dengan mulut berbuih dan menyalak seperti rubah. Dan di bagian tubuh orang yang kerasukan, terlihat benjolan yang bergerak-gerak di bawah kulit yang kelihatannya memiliki nyawa sendiri. Bila ditusuk dengan jarum, benjolan tersebut langsung berpindah ke tempat lain. Benjolan tidak bisa dicengkeram, lepas bila ditekan dengan tangan yang kuat dan lolos dari jari-jari. Orang yang sedang kerasukan kabarnya bisa berbicara dan menulis bahasa yang mereka tidak kuasai sebelum kerasukan. Mereka hanya memakan makanan yang dipercaya disenangi rubah, seperti — tahu, aburagé, azukimeshi, dan lain lain. Mereka juga makan banyak sekali dan membela diri bahwa yang sedang makan itu bukan mereka, tapi arwah rubah.

Lafcadio Hearn menambahkan bahwa orang yang sudah terbebas dari kerasukan kitsune bakal tidak doyan lagi makan tahu aburage, azukimeshi, atau makanan lain yang digemari rubah.

Upacara mengusir setan dilakukan di kuil-kuil Inari untuk membujuk kitsune agar mau keluar dari tubuh orang yang sedang dimasukinya.Di zaman dulu, kalau usaha lemah lembut membujuk rubah tidak berhasil atau pendeta kebetulan tidak ada, korban kitsunetsuki dipukuli atau dibakar sampai terluka parah agar kitsune mau keluar. Kalau ada seorang anggota keluarga yang kerasukan, seluruh anggota keluarga korban diasingkan oleh masyarakat.

Di Jepang, kerasukan kitsune (kitsunetsuki) sudah dianggap sebagai penyakit sejak zaman Heian dan merupakan diagnosis umum untuk gejala penyakit mental hingga di awal abad ke-20. Kerasukan digunakan sebagai penjelasan kelakuan abnormal dari penderita. Di akhir abad ke-19, Dr. Shunichi Shimamura mencatat beberapa gejala penyakit yang disebabkan demam sering dianggap sebagai kitsunetsuki.

Dalam istilah kedokteran, kerasukan kitsune merupakan gejala penyakit mental yang khas dalam kebudayaan Jepang. Pasien percaya dirinya sedang dirasuki rubah. Gejala kerasukan kitsune di antaranya selalu ingin makan nasi atau kacang azuki, bengong, gelisah, dan menghindari tatapan mata orang lain. Penyakit kerasukan kitsune mirip tapi berbeda jauh dari lycanthropy (manusia serigala).

Hoshi no tama

Kitsune yang memancarkan cahaya kitsune-bi sedang berkumpul di dekat kota Edo (lukisan ukiyo-e karya Hiroshige)

Penggambaran kitsune dan korbannya sering mengikutsertakan benda putih yang disebut "bola bintang" (hoshi no tama) berbentuk bulat atau seperti bawang. Dalam dongeng, permata hoshi no tama berselimutkan api disebut kitsune-bi (api rubah). Di dalam sebagian cerita, hoshi no tama digambarkan sebagai mutiara atau permata yang memiliki kekuatan sihir.Ketika sedang tidak berubah wujud menjadi manusia atau merasuki manusia, kitsune menggigit hoshi no tama atau membawanya di bagian ekor.Permata merupakan simbol yang lazim ditemukan pada Inari, dan rubah suci Inari sangat jarang digambarkan tidak memiliki permata.

Sebagian orang percaya, sebagian kekuatan kitsune berada di dalam permata "bola bintang" ketika kitsune berubah wujud. Cerita lain menggambarkan mutiara sebagai perlambang nyawa kitsune. Kitsune akan mati jika terlalu lama terpisah dari mutiaranya. Orang yang berhasil mengambil bola kitsune, kabarnya bisa menukar bola tersebut dengan kekuatan sihir yang dimiliki kitsune.] Dalam dongeng abad ke-12, seorang laki-laki berhasil mengambil bola kitsune dan mendapat imbalan ketika mengembalikannya:

"Kau terkutuk!" maki sang rubah. "Kembalikan bolaku!" Tapi laki-laki itu mengabaikan permohonan kitsune, hingga kitsune berkata sambil menangis, "Baiklah, kau boleh ambil bolaku, tapi bola tersebut bakal tidak ada gunanya buat kau, kalau kau tidak tahu cara menggunakannya. Bagiku, bola itu adalah segala-galanya. Aku peringatkan, kalau kau tidak mau mengembalikannya, kau bakalan jadi musuhku selamanya. Tapi bila kau mau mengembalikannya, aku akan terus mendampingimu bagaikan dewa pelindung."

Nyawa laki-laki tersebut kemudian diselamatkan sang rubah yang membantunya melawan gerombolan bandit.

Penggambaran

Pelayan Inari

Taira no Kiyomori bertemu dengan Inari. Lukisan ukiyo-e karya Utagawa Kuniyoshi.

Dalam kepercayaan Shinto, kitsune sering dikaitkan dengan Inari.Hubungan antara Inari dan kitsune makin memperkuat kedudukan kitsune dalam dunia supranatural.Kitsune mulanya merupakan pembawa pesan yang bertugas bagi dewa Inari, tapi garis pemisah antara Inari dan kitsune makin kabur sehingga Inari digambarkan sebagai seekor rubah. Kuil Shinto yang memuliakan Inari disebut kuil Inari, tempat orang memberikan sesajenKitsune kabarnya suka sekali makan potongan tahu goreng aburage. Kitsune makan aburage yang biasa diletakkan di atas masakan mi Jepang yang disebut Kitsune Udon dan Kitsune Soba. Sejenis sushi yang dimasukkan di dalam kantong dari aburage disebut Inari-zushi.Ahli cerita rakyat sering berspekulasi tentang keberadaan kepercayaan rubah yang lain, karena rubah sejak dulu sudah dipuja sebagai Kami.

Kitsune di kuil Inari berwarna putih yang merupakan warna pertanda baik.Mereka dipercaya memiliki kekuatan untuk menangkal iblis, dan kadang-kadang bertugas sebagai pelindung arwah. Selain berjaga-jaga di kuil Inari, kitsune diminta agar melindungi penduduk setempat dari rubah liar (''nogitsune) yang suka membuat keonaran. Sama seperti kitsune berwarna putih, kitsune berwarna hitam dan kitsune berekor sembilan juga dianggap pertanda baik.

Menurut kepercayaan yang berasal dari feng shui, rubah memiliki kekuatan luar biasa melawan iblis, sehingga patung kitsune konon bisa mengusir hawa kimon atau energi yang mengalir arah timur laut. Kuil Inari seperti kuil Fushimi Inari di Kyoto sering memiliki koleksi patung kitsune yang banyak sekali.

Penipu

Patung kitsune dalam berbagai ukuran di Kuil Fushimi Inari, Kyoto

Kitsune sering digambarkan sebagai penipu dengan motif yang bervariasi, mulai dari sekadar ingin berbuat nakal hingga merugikan manusia. Kitsune dikisahkan senang mempermainkan samurai yang sombong, saudagar rakus, dan rakyat biasa yang suka pamer. Kitsune yang lebih kejam konon suka mengerjai pedagang miskin, petani, dan biksu yang saleh. Korban kitsune biasa laki-laki, sedangkan perempuan hanya bisa kerasukan kitsune. Kitsune misalnya, dipercaya menggunakan bola api kitsune-bi sewaktu membantu pelancong yang tersesat. Taktik lain kitsune adalah mengelabui korban dengan ilusi dan tipuan mata.Kitsune memperdaya manusia dengan maksud merayu, mencuri makanan, memberi pelajaran untuk orang yang sombong, atau membalas dendam sesudah dicederai.

Permainan tradisional kitsune-ken merupakan salah satu jenis permainan Batu-Gunting-Kertas dengan tiga bentuk telapak tangan dan jari-jari yang melambangkan rubah, pemburu, dan kepala kampung. Pemburu kalah dari kepala kampung, dan sebaliknya pemburu menang atas rubah, tapi rubah bisa memperdaya kepala kampung.

Kitsune digambarkan suka membuat onar ditambah reputasi suka membalas dendam. Akibatnya, orang berusaha mengungkap motif tersembunyi di balik tindakan rubah. Toyotomi Hideyoshi pernah menulis surat kepada Inari. Di dalam suratnya, Hideyoshi melaporkan keonaran yang dibuat salah seekor rubah terhadap para pelayan, dan memohon agar rubah-rubah diselidiki dan ditindaklanjuti. Kalau insiden ini tidak ditanggapi, Hideyoshi mengancam akan memburu semua rubah yang ada.

Tamamo-no-Mae, kitsune yang sering ditampilkan dalam noh dan kyogen. Lukisan ukiyo-e karya Yoshitoshi.

Kitsune dikenal suka menepati janji dan berusaha keras untuk bisa membalas budi. Kitsune kadang-kadang membuat onar seperti yang dikisahkan sebuah cerita asal abad ke-12. Ancaman pemilik rumah untuk membinasakan semua rubah berhasil meyakinkan kawanan rubah untuk mengubah kelakuan. Kepala keluarga kawanan rubah hadir dalam mimpi pemilik rumah untuk mohon pengampunan dari pemilik rumah, sekaligus berjanji untuk berkelakuan baik dan membalas budi dengan menjadi pelindung keluarga.

Sebagian kitsune menggunakan sihir untuk menguntungkan manusia yang dianggap teman atau majikan. Sebagai golongan Yōkai, ia tidak memiliki tata krama seperti manusia. Kitsune bisa mencuri uang dari rumah tetangga untuk diberikan kepada majikan, atau mencuri uang majikan sendiri. Di zaman dulu, pemilik rumah yang memelihara kitsune selalu dicurigai tetangga.

Dalam cerita rakyat sering dikisahkan tentang pembayaran atas barang atau jasa yang dilakukan kitsune. Kitsune bisa menipu penglihatan orang yang menerima pembayaran dari kitsune dengan sihir. Emas, uang, atau batu permata yang diterima dari kitsune sebenarnya hanya kertas bekas, daun-daunan, cabang dan ranting, batu, atau benda-benda sejenis.Hadiah yang benar-benar diberikan kitsune kepada manusia biasanya berupa benda-benda yang tak berwujud, seperti perlindungan, pengetahuan, dan umur panjang.

Istri dan kekasih

Kuzunoha yang memiliki bayangan seekor rubah. Karakter populer dalam kabuki (lukisan ukiyo-e karya Utagawa Kuniyoshi)

Kitsune sering digambarkan sebagai wanita penggoda dalam cerita yang melibatkan laki-laki muda.Walaupun kitsune berperan sebagai wanita penggoda, cerita biasanya bersifat romantis. Dalam cerita, laki-laki sering menikahi wanita cantik yang merahasiakan bahwa dirinya adalah seekor rubah. Ketika rahasia terbongkar, sang istri terpaksa meninggalkan suami. Pada sebagian cerita, laki-laki yang menikahi siluman rubah bagaikan bangun dari mimpi, kebingungan, berada jauh dari rumah, dan harus kembali ke rumah yang ditinggalinya dulu dengan membawa malu.

Beberapa cerita mengisahkan siluman rubah yang dijadikan istri melahirkan anak manusia. Anak-anak yang dilahirkan memiliki kemampuan fisik dan bakat supranatural melebihi orang biasa. Bakat ini juga diturunkan ke anak cucu bila manusia keturunan rubah kembali melahirkan anak. Seorang ahli kosmologi (onmyōji) Jepang bernama Abe no Seimei dikatakan memiliki kekuatan sihir luar biasa karena keturunan kitsune.

Kitsune sering dikisahkan menikahi sesama kitsune. Dalam bahasa Jepang, hujan lebat yang turun tiba-tiba ketika langit sedang cerah (hujan panas) disebut kitsune no yomeiri atau "pernikahan kitsune". Istilah tersebut berasal dari legenda yang mengisahkan kondisi cuaca pada saat upacara pernikahan kitsune. Peristiwa pernikahan kitsune dianggap sebagai pertanda baik, tapi kitsune akan marah bila hadir tamu yang tidak diundang.

Cerita fiksi

Kitsune tampil dalam berbagai seni budaya Jepang. Sandiwara tradisional Jepang seperti noh, kyogen, bunraku, and kabuki sering mengisahkan legenda kitsune. Begitu pula halnya dengan budaya kontemporer seperti manga dan permainan video. Pengarang fiksi dari Barat juga mulai menulis cerita yang diilhami legenda kitsune. Penggambaran kitsune menurut orang Barat biasanya tidak berbeda jauh dengan cerita asli kitsune.

Ibu Abe no Seimei yang bernama Kuzunoha merupakan tokoh kitsune yang dikenal luas dalam seni teater tradisional Jepang. Kuzunoha ditampilkan dalam cerita sandiwara bunraku dan kabuki Ashiya Dōman Ōuchi Kagami (Kaca di Ashiya Dōman and Ōuchi) yang terdiri dari lima bagian. Bagian ke-4 yang berjudul Kuzunoha atau Rubah dari Hutan Shinoda sering dipentaskan secara terpisah. Bagian ini menceritakan terbongkarnya rahasia Kuzunoha sebagai siluman rubah dan adegan saat harus meninggalkan suami dan anaknya.

Tamamo-no-Mae adalah tokoh fiksi yang menjadi tema drama noh berjudul Sesshoseki (Batu Kematian), dan sandiwara kabuki/kyogen berjudul Tamamonomae (Penyihir Rubah yang Cantik). Tamamo-no-Mae berbuat banyak kejahatan di India, Tiongkok, dan Jepang, tapi rahasianya terbongkar dan tewas. Arwahnya menjadi sesshoseki (batu kematian). Arwah Tamamo-no-Mae akhirnya dibebaskan biksu bernama Gennō.

Genkurō adalah seekor kitsune dikenal berbakti kepada orangtua. Dalam cerita bunraku dan kabuki berjudul Yoshitsune Sembon Zakura (Yoshitsune dan Seribu Pohon Sakura), kekasih Yoshitsune yang bernama Putri Shizuka memiliki tsuzumi (gendang kecil) yang dibuat dari kulit rubah orangtua Genkurō. Dalam penyamarannya sebagai Satō Tadanobu, Genkurō berhasil menyelamatkan Putri Shizuka dari Minamoto no Yoritomo. Namun identitas Genkurō sebagai siluman rubah terbongkar karena Satō Tadanobu yang asli muncul. Genkurō mengatakan suara kedua orangtuanya terdengar setiap kali gendang tsuzumi yang dimiliki Shizuka dipukul. Yoshitsune dan Shizuka akhirnya memberikan tsuzumi tersebut kepada Genkurō. Sebagai imbalannya, Genkurō memberi perlindungan sihir untuk Yoshitsune.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VisiTor :

free counters

Template by:
Free Blog Templates

 

Strider Hien Running Animation Pictures, Images and Photos