Glitter Words

Kamis, 04 Juni 2009

Samurai

Uesugi Kenshin

Uesugi Kenshin
18 Februari 1530 - 19 April 1578

Zaman: Sengoku
Tanggal lahir: 18 Februari 1530
Tahun wafat: 19 April 1578
Penggantian nama: Torachiyō (nama kecil), Nagao Kagetora, Uesugi Masatora, Uesugi Terutora, Uesugi Kenshin
Nama alias: Heizō, Kiheiji
Nama anumerta: Fushikiindenshinkōkenshin
Julukan: Naga dari Echigo, Dewa Perang
Lokasi makam: Makam keluarga Uesugi (Uesugike Byōsho)
Jabatan: Jūshi-i no ge, Danjō Shōhitsu, Jūni-i (secara anumerta)
Keshogunan: Muromachi, Kantō Kanrei
Majikan: Uesugi Sadazane, Ashikaga Yoshiaki
Klan: Nagao, Taira, Fujiwara, Uesugi
Orangtua: Nagao Tamekage (ayah), Tora Gozen (ibu), Uesugi Norimasa (ayah angkat)
Kakak adik: Harukage (kakak laki-laki), Kenshin, Sentōin (kakak perempuan, istri Nagao Masakage)
Keturunan: anak angkat: Uesugi Kagetora, Uesugi Kagekatsu, Jōjō Masashige

Uesugi Kenshin (上杉 謙信 ) (18 Februari 1530 atau 21 Januari tahun ke-3 era Kyōroku - 19 April 1578 atau 13 Maret tahun ke-6 era Tenshō) adalah daimyo zaman Sengoku dari provinsi Echigo.

Uesugi Kenshin menggunakan beberapa nama sepanjang hidupnya. Nama aslinya adalah Nagao Kagetora. Nama resmi sewaktu masih menggunakan nama keluarga Nagao adalah Taira no Kagetora, dan nama resmi yang dipakai sewaktu menggunakan nama keluarga Uesugi adalah Fujiwara no Masatora, sedangkan Fujiwara no Terutora adalah nama resmi yang dipakai sebelum menggunakan nama Uesugi Kenshin.

Lahir dari klan Nagao yang secara turun temurun menjabat shugo di provinsi Echigo. Kenshin menerima marga Uesugi dari ayah angkatnya yang bernama Uesugi Norimasa dan mewariskan jabatan Kantō kanrei (penguasa wilayah Kanto). Pada masa pemerintahannya, Echigo mengalami masa perang dan masa damai yang berulang-ulang akibat pertikaian berkelanjutan Uesugi Kenshin dengan Takeda Shingen dan Hōjō Ujiyasu.

Uesugi Kenshin dijuluki sebagai Harimau dari Echigo atau Naga dari Echigo karena keahliannya dalam seni berperang. Kenshin sendiri menyebut dirinya perwujudan dewa perang Bishamonten. Takeda Shingen yang mempunyai julukan Harimau dari Kai merupakan musuh besarnya. Di dalam pemerintahan Keshogunan Moromachi, Uesugi Kenshin merupakan pejabat Kantō kanrei yang terakhir.

Perjalanan hidup

Penguasa Echigo

Lahir tanggal 21 Januari tahun ke-3 era Kyōroku (1530) di Istana Kasugayama dari ayah bernama Nagao Tamekage yang menjabat shugodai provinsi Echigo. Setelah sang ayah wafat karena sakit di tahun 1536 dan jabatan katoku (kepala keluarga) diteruskan oleh kakak Kenshin yang bernama Nagao Harukage, Kenshin terpaksa mondok di kuil Risenji untuk belajar agama Buddha di bawah bimbingan pendeta Tenshitsu Kōiku.

Di sekitar tahun 1543 setelah diresmikan menjadi orang dewasa, Kenshin menyebut dirinya sebagai Nagao Kagetora dan menjadi penguasa Istana Tochio. Sementara itu, perang saudara terjadi di Echigo akibat kontroversi pengangkatan anak dari Date Tanemune oleh pejabat shugo yang bernama Uesugi Sadazane. Nagao Kagetora yang baru saja diresmikan sebagai orang dewasa terpaksa tampil untuk pertama kali dalam pertempuran karena sang kakak (Nagao Harukage) sakit-sakitan dan tidak dapat menumpas pemberontakan yang didalangi kalangan bangsawan di Echigo.

Pada tahun 1564, penguasa Istana Kurotaki yang bernama Kuroda Hidetada memimpin pemberontakan melawan klan Nagao. Kagetora menerima perintah dari Uesugi Sadazane untuk memimpin pasukan sebagai pengganti sang kakak Nagao Harukage. Pasukan Nagao yang dipimpin oleh Kagetora akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Kuroda.

Pada tahun 1548 berkat jasa Uesugi Sadazane sebagai penengah, Nagao Harukage mengundurkan diri setelah menyerahkan jabatan kepala keluarga (katoku) kepada Nagao Kagetora yang saat itu berusia 19 tahun. Kagetora kemudian memasuki Istana Kasugayama dan menjabat shugodai provinsi Echigo. Dua tahun kemudian di tahun 1550, Sadazane wafat dengan tidak dikaruniai keturunan sehingga Kagetora berhasil menjadi penguasa provinsi Echigo.

Pewaris nama keluarga Uesugi

Pada tahun 1550, Nagao Masakage mengajak para pengikutnya melakukan pemberontakan karena tidak puas Nagao Kagetora berhasil menjabat kepala keluarga klan Nagao. Pemberontakan ini bisa diredakan Kagetora di tahun berikutnya. Sementara itu, Uesugi Norimasa pejabat Kantō kanrei (penguasa wilayah Kanto) yang berkedudukan di Kōzuke (Istana Hirai) diserang klan Gohōjō dari Odawara. Norimasa meminta pertolongan pasukan Kagetora untuk menghadapi pasukan klan Gohōjō. Kagetora langsung menanggapi permintaan bantuan Norimasa karena klan Hōjō memang selalu mengincar Echigo. Keberadaan Kōzuke juga penting sebagai wilayah penyangga bagi Echigo. Pasukan Kagetora berhasil menaklukkan pasukan Hōjō dan Norimasa kemudian bisa kembali ke Istana Hirai.

Pada tahun 1553, Kagetora bertugas ke Kyoto untuk Kaisar Gonara dan Ashikaga Yoshiteru yang merupakan shogun ke-13 dari Keshogunan Muromachi. Pada tahun yang sama, Murakami Yoshikiyo dan pengikutnya dari provinsi Shinano diserang oleh Takeda Harunobu (Takeda Shingen) dari provinsi Kai. Provinsi Shinano berhasil direbut oleh pasukan Takeda, sehingga Murakami Yoshikiyo dan pengikutnya datang meminta pertolongan Kagetora untuk merebut kembali Shinano. Kagetora menanggapi permintaan bantuan Yoshikiyo dan pasukan Uesugi dikerahkan untuk menghadapi pasukan Takeda. Pasukan Uesugi berhadap-hadapan dengan pasukan Takeda di tempat yang bernama Kawanakajima (sekarang berada di sebelah selatan luar kota Nagano, Prefektur Nagano). Pertempuran yang pertama kali antara pasukan Uesugi dan pasukan Takeda terjadi Kawanakajima pada tahun 1553. Pertempuran antara pasukan Takeda dengan pasukan Uesugi terkenal sebagai Pertempuran Kawanakajima yang pecah secara berulang-ulang hingga 5 kali di tahun 1553, 1555, 1557, 1561 dan 1564.

Pada tahun 1554, pengikut Kagetora bernama Kitajō Takahiro memimpin pemberontakan bekerja sama dengan Takeda Shingen. Kagetora turun sebagai pemimpin pasukan dan berhasil menumpas pemberontakan di tahun 1555. Pada tahun yang sama juga pecah Pertempuran Kawanakajima tahap kedua tanpa ada pihak yang kalah atau menang. Perdamaian bisa dicapai berkat jasa Imagawa Yoshimoto dari provinsi Suruga sebagai penengah dan pasukan kedua belah pihak ditarik mundur.

Pada tahun 1556, Kagetora secara tiba-tiba menyatakan niatnya untuk menjadi biksu di Gunung Hiei, melepas jabatan katoku dan mengundurkan diri sebagai penguasa Echigo. Kagetora sudah lelah secara fisik dan mental berperang menghadapi Takeda Shingen serta mengatasi pemberontakan yang dipimpin oleh pengikutnya sendiri Nagao Masakage, Kitajō Takahiro, dan Ōkuma Tomohide. Kagetora akhirnya membatalkan niat untuk menjadi biksu setelah berhasil dibujuk oleh pendeta Tenshitsu Kōiku dan Nagao Masakage.

Pada tahun 1559, Kagetora kembali bertugas di Kyoto untuk Ōgimachi dan shogun Ashikaga Yoshiteru. Kagetora menerima jabatan setingkat Kanrei dari shogun Yoshiteru. Pada tahun 1561, Kagetora memimpin pasukan berjumlah 10.000 prajurit untuk membantu pejabat Kantō Kanrei Uesugi Narimasa karena Istana Odawara lagi-lagi berhasil direbut oleh pasukan Hōjō Ieyasu. Pasukan Uesugi ternyata tidak juga berhasil untuk merebut kembali Istana Odawara. Setelah bertempur selama 1 bulan, pasukan yang dipimpin Kagetora terpaksa mundur ke Kamakura. Atas permintaan Uesugi Norimasa, Kagetora yang saat itu sedang berada di kuil Tsurugaoka Hachimangū (Kamakura) menerima jabatan katoku atas klan Yamauchi Uesugi dan mewarisi jabatan Kantō Kanrei. Sejak saat itu, Uesugi Kagetora dikenal dengan nama Uesugi Masatora.

Klan Nagao yang berasal dari keturunan klan Taira merupakan pengikut (kashin) dari klan Uesugi yang berasal dari keturunan klan Fujiwara. Ada pendapat yang mengatakan Nagao Kagetora yang berasal dari garis keturunan kashin dapat mewarisi nama keluarga Uesugi karena klan Nagao dan klan Uesugi masih terpaut hubungan darah. Penawaran anak angkat dari klan Satake ditolak oleh Norimasa, karena anak angkat dari klan Nagao lebih diharapkan oleh klan Uesugi. Dari garis keturunan pihak ayah Nagao Kagetora, klan Nagao masih mempunyai hubungan darah dengan klan Uesugi karena anak laki-laki klan Uesugi juga pernah menjadi anak angkat di klan Nagao.

Pertempuran Kawanakajima

Pertempuran Kawanakajima yang ke-4

Pada tahun 1561, pasukan Uesugi yang bermaksud merebut kembali Shinano lagi-lagi harus berhadapan dengan pasukan Takeda dalam Pertempuran Kawanakajima ke-4. Pertempuran berakhir tanpa ada pihak yang menang atau kalah. Pada akhirnya pasukan Uesugi hanya bisa menguasai sebagian wilayah Shinano bagian timur, sedangkan bekas wilayah kekuasaan klan Murakami dan klan Takanashi tidak berhasil direbut kembali. Pertempuran Kawanajima yang ke-5 kembali terjadi di tahun 1564, tapi tidak juga bisa menentukan pihak yang menang atau kalah.

Hōjō Ujiyasu memanfaatkan kesempatan untuk melakukan serangan balasan ke Echigo ketika Kenshin berkali-kali harus berhadapan dengan Takeda Shingen dalam Pertempuran Kawanakajima. Pada saat itu, Uesugi Kenshin yang sedang dikenal dengan nama Uesugi Masatora sekali lagi mengganti nama menjadi Uesugi Terutora untuk mengikuti nama shogun Ashikaga Yoshiteru. Sebagian besar wilayah klan Uesugi di wilayah Kanto berhasil direbut klan Gohōjō. Selama beberapa tahun, Terutora berusaha merebut kembali wilayah kekuasaannya tapi tidak berhasil. Akibat perang berkelanjutan untuk merebut wilayah yang telah direbut klan Gohōjō, Terutora gagal mengamankan wilayah kekuasaan yang masih dimiliki, misalnya Istana Karasawayama di Shimotsuke dan Istana Oda di Hitachi yang berkali-kali berganti kepemilikan dari klan Uesugi ke klan Hōjō dan sebaliknya. Pada akhirnya hanya sebagian kecil bagian timur provinsi Kōzuke yang tetap menjadi milik klan Uesugi.

Uesugi Terutora kemudian mengalihkan perhatian pada provinsi Etchū. Pada tahun 1568, pasukan Uesugi mulai menyerang Etchū. Pada tahun yang sama, salah seorang menteri bernama Honjō Shigenaga yang merupakan kaki tangan Takeda Shingen mengadakan pemberontakan yang gagal di tengah jalan. Di tahun berikutnya (1569), Honjō Shigenaga kembali melakukan pemberontakan tapi kembali dapat ditumpas pasukan Uesugi.

Pada tahun 1570, Terutora menjalin persekutuan dengan Hōjō Ujiyasu dengan maksud untuk mengepung Takeda Shingen dari dua front. Persekutuan dibuat dengan Hōjō Ujiyasu yang sebetulnya merupakan musuh besar Terutora. Pada saat itu, putra ke-7 dari Hōjō Ujiyasu yang bernama Hōjō Saburō dijadikan anak angkat. Terutora ternyata sangat menyukai putra angkatnya yang baru dan memperlakukan Saburō seperti layaknya anggota keluarga sendiri. Hōjō Saburō kemudian dikenal sebagai Uesugi Kagetora setelah Terutora memberinya nama Kagetora yang merupakan nama kecil Kenshin.

Pada saat itu, Uesugi Terutora juga mengganti nama menjadi Uesugi Kenshin.

Akhir hayat

Pada tahun 1571, persekutuan antara klan Uesugi dan klan Gohōjō bubar dengan wafatnya Hōjō Ujiyasu. Pada tahun 1572, Uesugi Kenshin menjalin persekutuan dengan Oda Nobunaga untuk menekan Takeda Shingen. Pada saat yang hampir bersamaan, Kenshin juga harus berhadapan dengan kekuatan pemberontak Ikko Ikki di Etchū.

Takeda Shingen tutup usia karena sakit di tahun 1573. Dengan hilangnya ancaman dari klan Takeda, Kenshin dengan mudah dapat menguasai provinsi Etchū dan bergerak maju menyerang provinsi Kaga.

Pada tahun 1574, Kenshin memimpin pasukan ke Kantō untuk bertempur melawan Hōjō Ujimasa. Pada saat itu, Kenshin juga perlu menghadapi kekuatan Oda Nobunaga yang semakin kuat dan telah menjadi ancaman. Pada tahun 1576, Kenshin membuat perjanjian perdamaian dengan pendeta Kennyo dari kuil Honganji sehingga perjanjian perdamaian dengan Nobunaga menjadi batal. Kenshin berhasil menjadi kekuatan anti Nobunaga yang harus diperhitungkan setelah bersekutu dengan kuil Honganji.

Kenshin dapat menguasai provinsi Noto setelah hancurnya Klan Hatakeyama di tahun 1577. Pada tahun yang sama, pasukan Uesugi dengan mudah berhasil mengalahkan pasukan Oda yang dipimpin Shibata Katsuie dalam Pertempuran Tetorigawa.

Pada tanggal 13 Maret 1578, Uesugi Kenshin meninggal karena sakit. Pada waktu itu Uesugi Kenshin masih berusia 49 tahun.

Sebelum wafat, Uesugi Kenshin sedang mempersiapkan ekspedisi panjang untuk menaklukkan wilayah yang dikuasai Nobunaga, dengan tujuan akhir Kyoto sekaligus menghabisi Oda Nobunaga. Ada juga pendapat yang mengatakan Kenshin sedang bersiap-siap melakukan penyerangan atas Kanto. Setelah wafatnya Takeda Shingen dan Uesugi Kenshin, Oda Nobunaga kehilangan musuh yang patut diperhitungkan sekaligus merupakan kemunduran besar kekuatan anti Nobunaga.

Kepribadian

Uesugi Kenshin terkenal sangat berwibawa dan disenangi oleh pengikut klan Nagao dan kalangan bangsawan. Kenshin sangat memuja dewa perang Bishamonten, sampai-sampai pasukan Kenshin mengibarkan bendera perang bertuliskan (Bi ) yang merupakan aksara Kanji untuk Bishamonten.

Kenshin juga terkenal cerdas dalam soal taktik berperang dan pandai berdiplomasi dengan musuh sehingga selama hidupnya hampir selalu menang dalam pertempuran. Kenshin sekalipun tidak pernah kalah dalam berbagai pertempuran melawan Takeda Shingen dan Hōjō Ujiyasu yang merupakan musuh besarnya.

Pada usia 27 tahun, Kenshin sempat membuat gempar para pengikutnya atas keputusannya untuk menjadi biksu. Kelelahan fisik dan mental menghadapi para pengikutnya yang terus bertikai mungkin menjadi alasan Kenshin ingin meninggalkan kehidupan duniawi. Pendapat lain mengatakan semua ini cuma sandiwara Kenshin agar pengikutnya berhenti bertikai. Kelompok pengikutnya sampai mengeluarkan surat sumpah berisi janji setia karena kuatir terjadi huru-hara akibat mundurnya Kenshin.

Di masa kecilnya, Kenshin merupakan penganut agama Buddha aliran Sōtō hingga belajar Zen di kuil Risenji. Sewaktu bertugas di Kyoto, Kenshin belajar Zen di kuil Daitokuji beraliran Rinzai di bawah bimbingan biksu Tetsushū Sōkyū dan menerima nama Sōshin. Di akhir hayatnya, Kenshin menganut aliran Shingon. Kenshin menerima upacara Denpōkanjō dan mendapat gelar Ajari Gondaisōzu dari biksu Shōin di kuil Kongōbuji yang terletak di Gunung Kōya.

Ada pendapat yang mengatakan Kenshin pandai berperang tapi tidak cukup pandai dalam mengurus pemerintahan dalam negeri. Pendapat ini dibantah sejarawan yang menunjuk pada administrasi distribusi barang di provinsi Echigo yang begitu rapi sehingga pemerintah bisa menangguk keuntungan yang besar. Ketika Kenshin wafat, Istana Kasugayama dipenuhi perbekalan militer sebanyak 27140 ryō. Pengeluaran militer pasukan Uesugi sebagian besar berasal dari perdagangan.

Kisah kepahlawanan Uesugi Kenshin yang ditulis oleh sejarawan Rai Sanyō di zaman Edo memuji Kenshin yang pernah mengirimkan garam ke wilayah musuh besarnya yang sedang mengalami kelangkaan garam. Pendapat lain mengatakan, perdagangan garam dengan provinsi Kai yang merupakan wilayah Takeda Shingen memang tidak dilarang karena hasil penjualan bisa digunakan untuk pengeluaran militer. Perdagangan dengan wilayah musuh memang sempat membuat bingung samurai lokal di Echigo.

Sisi lain Uesugi Kenshin adalah sifatnya yang cepat marah. Di upacara pelantikannya sebagai Kantō Kanrei di tahun 1561, Kenshin marah atas kelakuan Narita Nagayasu penguasa Istana Oshi yang dianggap tidak sopan. Kenshin menganggap Nagayasu tidak tahu sopan santun karena hanya bersalam dengan menganggukkan badan dari atas kuda, sedangkan para bushi yang lain turun dari kuda untuk berlutut. Kenshin sampai memukul muka Narita Nagayasu dengan kipas lipat, sehingga Nagayasu yang merasa dipermalukan di depan para bushi langsung memimpin pasukannya kembali ke istana. Narita Nagayasu sebenarnya tidak melanggar kesopanan dan boleh-boleh saja memberi salam dari atas kuda. Nagayasu berasal dari keluarga terhormat yang merupakan keturunan dari klan Fujiwara. Anggota klan Narita bahkan boleh memberi salam dari atas kuda terhadap Minamoto no Yoshiie yang dianggap nenek moyang para samurai. Uesugi Kenshin justru yang tidak mengetahui tentang kebiasaan ini, sehingga para bushi daerah Kanto langsung merasa tidak suka terhadap Kenshin. Peristiwa ini nantinya menjadi masalah sewaktu Kenshin berusaha memperluas pengaruhnya di daerah Kanto.

Kenshin sedang makan sewaktu pengikutnya datang memberitakan kematian musuh besar Takeda Shingen. Kenshin begitu terkejut hingga sumpit yang sedang dipegangnya jatuh dan berkata sambil menangis tersedu-sedu "Laki-laki hebat telah meninggal (tiada akan ada gantinya)." Para pengikutnya menganjurkan Kenshin agar mengambil kesempatan wafatnya Shingen untuk menyerbu ke wilayah Takeda, tapi langsung ditolak Kenshin yang berpendapat perbuatan seperti itu kekanak-kanakan.

Kenshin selama hidupnya tidak pernah menikah, tapi memiliki 2 orang anak yang merupakan anak angkat: Uesugi Kagekatsu dan Uesugi Kagetora. Ada pendapat yang mengatakan Kenshin sewaktu muda pernah jatuh cinta kepada putri salah seorang musuhnya tapi ditentang habis-habisan oleh para pengikutnya. Kekasihnya lalu menjadi bikuni dan akhirnya bunuh diri sehingga Kenshin tidak pernah menikah. Ada pendapat yang mengatakan Uesugi Kenshin menderita kelainan interseksualitas (berkelamin ganda).

Penyebab kematian Kenshin merupakan teka-teki yang belum terpecahkan. Pendarahan dalam otak (Cerebral hemorrhage) akibat kebiasaannya menenggak minuman keras merupakan teori yang umum diterima oleh sejarawan. Sumber lain mengatakan Kenshin dibunuh ninja yang dikirim oleh Oda Nobunaga. Sumber lain mengatakan Kenshin meninggal akibat penyakit kandungan.

Puisi kematian Kenshin berbunyi "gokuraku mo, jigoku mo saki wa, ariake no, tsuki no kokoro ni, kakaru kumo nashi" (「極楽も 地獄も先は 有明の 月の心に 懸かる雲なし」 , Di surga, juga di neraka sana, di saat dini hari, di dalam hati sang bulan, tiada diliputi awan) dan "yonjūkyū-nen, issui yume, ichigo eiga, ippai sake" (「四十九年 一睡夢 一期栄華 一盃酒」, Empat puluh sembilan tahun, bagai mimpi dalam tidur, kejayaan yang sekejap, secangkir sake).


Imagawa Yoshimoto

Imagawa Yoshimoto (今川 義元, 1519-1560) adalah seorang daimyo pada zaman perang sipil Jepang atau periode Sengoku yang berkuasa atas wilayah Suruga, Totomi, dan Mikawa.

Daftar isi

[sembunyikan]

Kehidupan awal

Yoshimoto terlahir sebagai putra ke-5 dari Imagawa Ujichika. Pada masa mudanya, ia dikirim ke Kuil Zentoku untuk mempelajari agama Budha, disana ia menjadi biksu dengan nama Baigaku Shōhō. Tahun 1526, ayahnya meninggal dan jabatan sebagai kepala klan Imagawa jatuh ke tangan kakaknya tertuanya, Imagawa Ujiteru. Tahun 1536, Ujiteru tiba-tiba wafat tanpa meninggalkan pewaris, desas-desus mengatakan karena diracuni. Klan Imagawa dilanda konflik internal karena saudara-saudara Ujiteru saling bertikai untuk menjadi kepala klan, dalam sejarah peristiwa ini dikenal dengan nama Kericuhan Hanagura (花倉の乱, hanagura-no-ran).

Dalam situasi kacau itulah Yoshimoto keluar dari kuil dan kembali ke kehidupan sekuler. Ia melibatkan diri dalam konflik itu, saingannya yang terkuat adalah saudara tirinya, Genkō Etan. Kebanyakan pengikut klan lainnya lebih mendukung Yoshimoto, dukungan ini juga diperkuat oleh ibunya sendiri, istri sah dari Ujichika. Genkō Etan pada akhirnya terbunuh, Yoshimoto keluar sebagai pemenang pun mewarisi jabatan sebagai kepala klan Imagawa yang baru. Ia segera mengkonsolidasikan kekuatannya dan menjalin persekutuan dengan penguasa-penguasa wilayah tetangganya, salah satunya dengan menikahi putri Takeda Nobutora, daimyo Kai.

Daimyo dari Suruga

Sebagai administrator yang handal, Yoshimoto melakukan serangkaian survei wilayah dan mengubah Sumpu, ibukota wilayahnya, menjadi pusat kebudayaan. Ia mengikuti gaya kaum bangsawan Kyoto dengan mencukur bulu mata dan menghitamkan gigi, ia juga sangat menggemari permaianan kemari (sepak bola tradisional Jepang). Salah seorang istrinya yang adalah putri bangsawan Kyoto banyak membantunya mengatur daerah Sumpu. Yoshimoto tidak terlalu ahli dalam kemiliteran sehingga untuk urusan ini,ia banyak bergantung pada pamannya, seorang sohei (biksu prajurit) bernama Sessai Choro, yang lebih dikenal dengan nama Budhisnya, Taigen Sessai. Kelebihan Yoshimoto terletak pada bidang politik, pada tahun 1545, ia mengarsiteki persekutuan tiga klan yaitu Imagawa, Takeda, dan Hojo. Ia juga sering berperan sebagai mediator yang menengahi Takeda dan Hojo yang sering bertikai.

Menyadari pentingnya wilayah Kai kekuasaan klan Takeda yang bertetangga dengannya, ia sangat memperhatikan perkembangan disana. Tahun 1541, ia turut membantu Takeda Shingen, putra Nobutora, dalam usaha menggulingkan ayahnya sendiri. Yoshimoto mengulur waktu menahan Nobutora yang kebetulan saat itu sedang mengunjungi putrinya agar tinggal lebih lama di Suruga sambil menunggu persiapan Shingen matang. Ketika Nobutora kembali ke wilayahnya, ia dilarang memasuki perbatasan Kai oleh putra dan para bawahannya. Nobutora akhirnya diasingkan dan menjadi biksu hingga akhir hayatnya. Ia menjalin hubungan baik dengan Shingen, pemimpin baru klan Takeda, mereka bersama-sama menyerbu Hojo pada tahun 1544, namun pertempuran ini tidak menghasilkan kemajuan berarti sehingga ia mengatur sebuah negosiasi damai setelah menghadapi Hojo Ujiyasu di Kitsunebashi.

Setelah mengalahkan klan Shiba, Yoshimoto menganeksasi Totomi ke dalam wilayah kekuasaannya. Dilanjutkan dengan menundukkan klan Matsuidara dari Mikawa tahun 1548, klan Matsuidara menyerahkan Matsuidara Motoyasu (yang kemudian dikenal sebagai Tokugawa Ieyasu) sebagai sandera. Dalam rangka ekspansi ke barat, Yoshimoto harus berhadapan dengan klan Oda dari Owari. Tahun 1542, Imagawa dan Oda berhadapan dalam Pertempuran Azukizaka. Dalam pertempuran ini, Imagawa kalah oleh Oda Nobuhide, kepala klan Oda. Tahun 1548, menyusul kericuhan di wilayah Mikawa, Imagawa dan Oda kembali terlibat dalam pertempuran. Yoshimoto mengutus pamannya, Taigen Sessai untuk menghadapi Oda Nobuhide dalam Pertempuran Azukizaka II. Dalam pertempuran ini Sessai berhasil membalaskan dendam klan Imagawa enam tahun lalu. Nobuhide kalah dan meninggal pada tahun berikutnya.

Tahun 1550-an adalah masa kejayaan klan Imagawa, Yoshimoto memiliki posisi yang kuat diantara daimyo-daimyo lain di Jepang timur. Tahun 1553, ia menyunting Imagawa kana mokuroku tsuika (今川假名目錄), yaitu perluasan dari aturan klan yang dibuat sejak zaman ayahnya. Ia mendirikan perusahan percetakan di Sumpu dan mengatur penyuntingan sejarah klan Imagawa sepanjang lima bab.

Kematian

Tahun 1560, dengan penuh rasa percaya diri, Yoshimoto memimpin 25.000 pasukannya untuk menaklukkan Kyoto, ibukota kekaisaran. Pada masa itu daimyo yang berhasil menduduki Kyoto dianggap sebagai yang terkuat. Untuk menuju ke Kyoto, pasukan itu harus melintasi perbatasan Owari, wilayah klan Oda, musuh bebuyutannya. Serangan pertamanya terhadap Oda cukup berhasil, dua benteng milik klan Oda berhasil direbut. Untuk merayakan kemenangan awal ini, Yoshimoto memerintahkan pasukannya mendirikan kemah di Dengakuhazama, dekat Okehazama. Tanpa diduga, Oda Nobunaga, putra Nobuhide yang telah menjadi kepala klan baru, melakukan serangan kejutan. Pasukan Imagawa yang larut dalam pesta pora tidak menduga Nobunaga akan menyerang mereka dalam kondisi cuaca yang saat itu sedang hujan badai.

Lokasi Pertempuran Okehazama di Kota Toyoaki, Prefektur Aichi, tempat Imagawa Yoshimoto menemui ajal

Serangan mendadak Nobunaga menyebabkan pasukan Imagawa yang sedang berpesta kocar-kacir dan dilanda kepanikan. Di tengah kekacauan Yoshimoto melarikan diri dengan kudanya, namun kuda itu malah terkejut dan menjatuhkannya. Ia dikepung rapat oleh orang-orang Oda. Satu-persatu pengawalnya bertumbangan di tangan musuh. Seorang pengikut Oda, Mori Shinsuke, berhasil memenggal kepala Yoshimoto setelah bertarung dengan sengit dengannya. Yoshimoto tewas dengan potongan jari Mori di mulutnya karena dalam pergulatan itu ia sedang menggigit jari Mori. Setelah kematiannya, ia digantikan oleh putranya, Imagawa Ujizane, yang tidak berguna. Klan Imagawa hancur tak lama kemudian, wilayahnya dijarah oleh Tokugawa dan Takeda.


Ishida Mitsunari

Ishida Mitsunari (石田 三成 ?) (1560 - 6 November 1600 atau 1 Oktober tahun ke-5 era Keichō) adalah daimyo zaman Azuchi Momoyama yang pernah menjabat salah satu anggota lima pelaksana pemerintahan (Go Bugyō) di masa pemerintahan Toyotomi. Ishida Mitsunari merupakan pemimpin kubu Pasukan Barat dalam Pertempuran Sekigahara.

Perjalanan hidup

Kelahiran desa Ishida di distrik Sakata provinsi Ōmi (sekarang disebut Ishida-cho, kota Nagahama Prefektur Shiga). Lahir sebagai putra kedua Ishida Masatsugu dengan nama kecil Sakichi. Keluarga Ishida berasal dari klan lokal yang secara turun temurun tinggal di desa Ishida dengan nama keluarga berasal dari nama desa.

  • 1574: Diangkat sebagai pengikut Hashiba Hideyoshi. Ada catatan yang menyatakan Mitsunari baru diangkat sebagai pengikut Hideyoshi pada tahun 1577
  • 1577: Memimpin pasukan Hideyoshi untuk menaklukkan wilayah Chūgoku.
  • 1583: Turut serta dalam Pertempuran Shizugatake. Terkenal gagah berani dan selalu berada dalam barisan paling depan sewaktu menyerang musuh. Membantu strategi politik Hideyoshi antara lain pernah mengirim surat kepada penasehat klan Uesugi yang bernama Naoe Kanetsugu dengan tujuan menjalin persekutuan antara klan Hashiba dan klan Uesugi. Pada tahun yang sama menjadi penguasa Istana Minakuchi yang bernilai 40.000 koku.
  • 1584: Turut serta dalam Pertempuran Komaki-Nagakute. Bertugas sebagai pelaksana survei di distrik Gamō, provinsi Ōmi.
  • 1585: Diangkat menjadi menteri di Kementerian Protokol (Jibushō). Bersama dengan Naoe Kanetsugu menjadi saksi perjanjian perdamaian antara Hideyoshi dan Uesugi Kagekatsu.
  • 1586: Menjadi perantara Hideyoshi dengan Uesugi Kagekatsu sewaktu Kagekatsu menjalankan tugas pemerintahan di Kyoto dan diangkat sebagai pelaksana administrasi kota Sakai
  • 1587: Turut serta dalam penaklukan Kyushu. Diangkat sebagai pelaksana administrasi kota Hakata dan memulihkan pembangunan kota Hakata.
  • 1588: Menjadi perantara dalam pertemuan Shimazu Yoshihisa dengan Hideyoshi
  • 1589: Bertugas melakukan survei wilayah di provinsi Mino
  • 1590: Turut serta dalam Penaklukan Odawara untuk menaklukan Istana Odawara yang dikuasai klan Gohōjō. Berperan sebagai perantara dalam pertemuan Satake Yoshinobu dengan Hideyoshi. Menyerang Istana Tatebayashi dan Istana Oshi. Bertugas melakukan survei ke Oshu, memadamkan pemberontakan Ikki. Pada tahun yang sama ditunjuk sebagai penguasa Istana Sawayama di provinsi Ōmi yang bernilai 190.000 koku.
  • 1592: Turut serta dalam Perang Tujuh Tahun penaklukkan Joseon bersama-sama denganMashita Nagamori dan Ōtani Yoshitsugu
  • Turut serta dalam pertempuran benteng Gunung Haengju dan Pertempuran Hekiteikan melawan pasukan dinasti Ming. Wakil dari dinasti Ming yang bernama Sha Yōshi diajaknya pergi ke Istana Hizen Nagoya di Jepang
  • 1594: Melakukan survei ke wilayah kekuasaan klan Shimazu dan klan Satake
  • 1595: Menjadi penyidik perkara Toyotomi Hidetsugu dan bertindak sebagai penguasa sementara bekas wilayah kekuasaan Hidetsugu yang bernilai 70.000 koku
  • 1596: Menyambut kedatangan utusan dari Dinasti Ming. Hideyoshi memerintahkan Mitsunari untuk menindas pengikut Kirishitan (sebutan zaman itu untuk agama Kristen). Mitsunari bersimpati pada Kirishitan sehingga mengurangi jumlah pengikut yang tertangkap dan berusaha keras dalam perundingan dengan Hideyoshi agar tawanan tidak dieksekusi.
  • 1576: Diangkat menjadi Daikan (pejabat pengganti) setelah mengambil alih wilayah kekuasaan Kobayakawa Hideaki
  • 1598: Toyotomi Hideyoshi meninggal. Misunari memerintahkan penarikan pasukan dari Joseon.
  • 1599: Tokugawa Ieyasu bertikai dengan Maeda Toshiie, tapi berhasil didamaikan. Pada bulan Maret tahun yang sama, Maeda Toshiie wafat. Mitsunari diserang oleh 7 komandan militer dibawah pimpinan Katō Kiyomasa. Ishida Mitsunari kabur bersembunyi di rumah Ukita Hideie. Ada juga pendapat yang mengatakan Mitsunari bersembunyi di rumah Tokugawa Ieyasu. Mitsunari lalu dikenakan tahanan rumah di Istana Sasayama.
  • 1600: Mitsunari menanggapi ajakan Ōtani Yoshitsugu untuk bersama-sama mengangkat senjata menggulingkan Tokugawa Ieyasu. Mitsunari membentuk koalisi anti Ieyasu yang terdiri dari Maeda Geni, Mashita Nagamori, Natsuka Masaie (empat orang dari lima anggota dewan Go Bugyō) beserta Mōri Terumoto dan Ukita Hideie (dua orang dari lima anggota dewan Go Tairō). Koalisi anti Ieyasu mengajak para daimyo untuk bergabung dalam kubu Pasukan Barat melawan Tokugawa Ieyasu. Setelah berhasil menaklukkan Istana Fushimi, Pasukan Barat maju menuju Tarui (provinsi Mino) dan berhasil merebut Istana Ōgaki. Pada tanggal 15 September 1600, Pasukan Barat yang dipimpin Ishida Mitsunari mengalami kekalahan dalam Pertempuran Sekigahara. Mitsunari lari hutan di Gunung Ibuki, tapi berhasil ditangkap oleh Tanaka Yoshimasa. Pada tanggal 1 Oktober tahun yang sama, Ishida Mitsunari menerima hukuman mati di tempat bernama Rokujōgawara yang terletak di pinggir sungai Kamo, Kyoto. Pada saat dieksekusi, Ishida Mitsunari berusia 40 tahun.

Profil

Kisah tiga cangkir teh

Hashiba Hideyoshi yang sedang berada di provinsi Ōmi mampir ke kuil Kanon meminta minum karena haus. Pembantu pendeta memberi Hideyoshi secangkir teh dingin yang langsung diminum habis oleh Hideyoshi. Hideyoshi yang masih merasa haus meminta tambah lagi secangkir teh lagi. Cangkir kedua berisi teh hangat yang langsung diminum habis oleh Hideyoshi. Setelah cangkir teh kedua habis diminum, Hideyoshi masih meminta tambah secangkir teh lagi. Cangkir ketiga ternyata berisi teh yang sangat panas hingga membuat Hideyoshi kaget. Pembantu pendeta lalu menjelaskan bahwa cangkir teh pertama sebagai penghilang rasa haus, cangkir teh kedua untuk dinikmati perlahan-lahan, dan cangkir teh ketiga untuk lebih dinikmati perlahan-lahan lagi. Pembantu pendeta ini nantinya dikenal sebagai Ishida Mitsunari, tapi kisah ini berasal dari zaman Edo dan kemungkinan besar merupakan cerita karangan orang.

Pengagum putri bekas majikan

Setelah wafatnya, Ishida Mitsunari menjadi korban cerita yang menjelek-jelekkan dirinya yang dikarang sejarawan dari pemerintahan Keshogunan Tokugawa. Cerita yang banyak diketahui orang mengatakan Ishida Mitsunari jatuh cinta pada Yodo dono yang merupakan anak perempuan Azai Nagamasa walaupun tidak ada bukti istri Hideyoshi pernah berhubungan gelap dengan Mitsunari.

Cerita lain mengatakan Toyotomi Hideyori bukanlah putra Toyotomi Hideyoshi dengan Yodo dono, melainkan anak hubungan gelap Yodo dono dengan Mitsunari atau Ōno Harunaga. Cerita ini berasal dari pertengahan zaman Edo dan kemungkinan merupakan cerita hasil karangan orang.

Lukisan potret

Paling tidak ada 3 sampai 4 lukisan potret Ishida Mitsunari dan konon lukisan dibuat berdasarkan tengkorak kepala Mitsunari. Setelah badan dan kepala Ishida Mitsunari dipertontonkan di muka umum di Sanjōgawara, jasadnya dimakamkan di bagian kuil Daitokuji bernama Sangen-in yang dibangun Mitsunari sewaktu masih hidup. Ada juga cerita yang mengatakan pintu gerbang rumah kediaman Mitsunari di Fushimi dipindahkan ke kuil Sangen-in.

Setelah beristirahat lebih dari 300 tahun, makam Mitsunari di kuil Sangen-in digali kembali di tahun 1907 oleh peneliti sejarah bernama Watanabe Seiu dari Tokyo Imperial University untuk keperluan penulisan biografi. Adachi Buntarō dari bagian anatomi Universitas Tokyo melakukan penelitian atas sisa tulang dan memotret tengkorak kepala Ishida Mitsunari. Berdasarkan hasil penelitian, Mitsunari berperawakan sedang, bergigi tonggos dan sewaktu meninggal berusia sekitar 41 tahun.

Pada tahun 1976 dilakukan rekonstruksi wajah Ishida Mitsunari dengan menggunakan bahan gips atas permintaan fotografer bernama Ishida Takayuki yang merupakan keturunan Ishida Mitsunari. Rekonstruksi dilakukan oleh mantan kepala bagian sains Kepolisian Metropolitan Tokyo yang bernama Nagayasu Shūichi. Pada saat yang bersamaan juga diukur tinggi badan Mitsunari dan menurut hasil pengukuran Mitsunari mempunyai tinggi badan 156 cm. Pada bulan Maret 1980, pelukis Jepang bernama Maeda Mikio menggambar lukisan potret Ishida Mitsunari berdasarkan rekonstruksi dari gips dan pengarahan Ishida Tetsurō dari Universitas Kedokteran Kansai. Lukisan potret Ishida Mitsunari sekarang dipajang di menara utama Istana Osaka.

Cucu keturunan

Mitsunari dikaruniai 5 putri dan 2 orang putra (Ishida Shigeie dan Ishida Shigenari). Pada saat terjadi Pertempuran Sekigahara, Ishida Shigeie sedang berada di Istana Sasayama. Setelah mendengar berita kekalahan di Sekigahara, Shigeie yang menerima perintah dari kakeknya langsung melarikan diri bersembunyi di kuil Myōshinji dan menjadi biksu. Permohonan ampun atas nyawa Ishida Shigeie yang diajukan pendeta kuil Myōshinji ternyata dikabulkan Tokugawa Ieyasu. Selanjutnya, Ishida Shigeie menjadi biksu kepala generasi ke-3 di kuil Jushōin yang berada di dalam lingkungan kuil Myōshinji. Ishida Shigeie wafat di usia 104 tahun pada tahun 1686.

Ishida Shigenari sedang berada di Istana Osaka sebagai koshō (pembantu pria) untuk Toyotomi Hideyori. Atas petunjuk teman sesama koshō bernama Tsugaru Nobutake (putra pewaris Tsugaru Tamenobu), Shigenari melarikan diri ke wilayah han Hirosaki (Tsugaru). Pada tahun 1610, Shigenari wafat di usia 25 tahun walaupun ada cerita yang mengatakan Shigenari wafat di tahun 1641. Anak keturunan Shigenari menjadi menteri senior di han Hirosaki setelah mengganti nama keluarga menjadi Sugiyama.

Anak perempuan Mitsunari (masih satu ibu dengan Shigeie) yang bernama Putri Osa (Tatsuko) menikah dengan Tsugaru Nobuhira (adik dari penguasa wilayah han Hirosaki bernama Tsugaru Nobutake). Putri Osa kemudian menikah sekali lagi dengan Oka Shigemasa (penasehat untuk Gamō Tadasato dari wilayah han Aizu).

Kedudukannya Putri Osa diturunkan menjadi istri simpanan, setelah sang suami Tsugaru Nobutake mengambil Putri Mate sebagai istri sah. Putri Osa kemudian melahirkan Tsugaru Nobuyoshi yang nantinya menjadi penguasa han Mutsu generasi ke-3. Dengan Oka Shigemasa, Putri Osa melahirkan Ofuri no kata yang kemudian menjadi istri Tokugawa Iemitsu.

Ofuri no kata melahirkan Putri Chiyo yang nantinya menjadi istri sah Tokugawa Mitsutomo (generasi kedua penguasa han [[Owari] dan salah satu dari percabangan keluarga Tokugawa yang disebut Gosanke). Putri Chiyo juga melahirkan Tokugawa Tsunanari yang nantinya mempunyai putra bernama Tokugawa Yoshimichi, Tokugawa Tsugutomo dan Tokugawa Muneharu yang selalu bertentangan dengan Tokugawa Yoshimune.

Keturunan

Kakak laki-laki Ishida Mitsunari bernama Ishida Masazumi. Istri sah Mitsunari adalah putri dari Uda Yoritada dan putri dari klan Kutsuki. Putranya bernama Ishida Shigeie dan Ishida Shigenari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VisiTor :

free counters

Template by:
Free Blog Templates

 

Strider Hien Running Animation Pictures, Images and Photos